“Welcome, Bumi! Glad you’re making it here.” Pemilik Studio, Januar Alensky menyambut dengan senyuman. Ia membuka buku daftar peserta workshop hari ini dan memberikan sebuah pulpen untuk Bumintara. “Lo bisa tanda tangan kehadiran disini. Buat pembayaran kelasnya, kalau cash langsung ke gue. Semisal nggak, transfer sekarang atau scan QRIS juga bisa kok.”
“Canggih ya lo kak, udah ada QRIS segala.”
“Jelas,” kata Januar berbangga diri. Setelah Bumintara menandatangani kehadirannya, yang lebih muda langsung mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu dan diserahkannya uang itu pada pemilik studio.
“Thank you, lo bisa langsung masuk dan pilih desain. Nanti waktu cara pakai Tufting gun dan lainnya, bakal ada kenalan gue yang ngajarin.” Kata Januar.
Bumintara menaikan alisnya, “kenalan?”
“Iya, he’s out of reach dan gue juga belum cukup kenal buat manggil dia temen sih soalnya.” Jawaban Januar seolah mengatakan dia dan si kenalannya ini beda kelas atau mungkin kasta. Padahal, Bumintara tahu betul Januar dan keluarganya berkecukupan.
Januar memberitahu dengan dagunya yang seolah menunjuk. Menggantikan peran jari telunjuk lelaki itu, “yang disana, Alexander Ruinaka. Anak kelas internasional, dia yang gue maksud dan orang yang bakal jelasin tata cara juga.” Manik Bumintara langsung diarahkan kesana. Kearah seorang lelaki jangkung dengan rambut pirangnya yang entah melakukan bleaching sampai level berapa agar sampai berhasil memiliki rambut pirang yang sangat indah dan tertata rapih. Menunjukan kesan chic, keren.
Bumintara mengangguk tanpa berkomentar. Tanpa si kenalan milik Januar menoleh atau mengedarkan pandangan, ia tahu betul lelaki itu memiliki pesona. Si kelahiran maret melangkah mendekati orang itu, memutuskan untuk duduk tidak jauh darinya supaya bisa melihat tutorial Alexander Ruinaka dengan jelas dan tanpa tertutupi orang lain.
Sepertinya semua orang sudah berkumpul.
Tidak sebanyak yang Bumintara kira tapi juga tidak sesedikit itu. Ada sekitar sepuluh orang yang berkumpul untuk mengikuti Tufting Class hari ini. Jika dari yang Bumintara cek di internet, ini sudah cukup banyak. Mengingat biasanya Tufting Class hanya menerima murid tidak lebih dari lima orang. Sepertinya Alexander Ruinaka dan Januar Alensky benar-benar bekerja sama dengan baik untuk bisnis ini.
Alexander Ruinaka berdiri. Ketika Bumintara melihatnya, ia paham apa yang dimaksudkan oleh Tall, Gorgeous and Blonde. Lelaki ini segalanya. Orang asing paling tampan yang pernah Bumintara lihat setelah Sagara dan pertemuan pertamanya dengan Bumintara, atau mungkin setelah airport crush yang tidak akan dia temui lagi selamanya. Dari penampilannya dan cara penyampaian Alexander Ruinaka yang lugas, Bumintara percaya lelaki ini setidaknya sempat menjadi airport crush orang-orang, dan jika Bumintara melihatnya di bandara, dengan posisi belum memiliki kekasih, Bumintara akan menjadi orang-orang itu.
“Good afternoon everyone. Namaku Alexander Ruinaka, bisa dipanggil Rui. Aku anak UHN juga seperti kebanyakan yang datang hari ini. Jurusan bisnis, kelas Internasional angkatan 2022. Sebelumnya salam kenal.”
He’s a baby. Brondong parah.
“Karena sudah memilih desain masing-masing, mari mulai kelasnya.”
Ruinaka menjelaskan cara penggunaan Tufting Gun dengan sangat baik. Walau kata Ryan orang ini kesulitan berbahasa Indonesia, tapi menurut Bumintata sudah cukup jelas walau kebanyakan waktu, Ruinaka menggunakan bahasa inggris. Mulai dari cara memasukan benang dengan cara paling mudah, cara menyalakan alat dan melakukan penembakan pada kain yang sudah disediakan, hingga bagaimana tips agar tangan tidak pegal saat melakukannya.
Semua orang mencoba melakukannya sendiri, begitu juga dengan Bumintara yang baru saja ingin mulai. Tapi saat ingin duduk, dia malah terkejut dan tertawa, bagaimana mungkin desain yang dipilih Ruinaka malah desain yang menyeramkan. Sangat konyol.
(foto tanpa sensor akan di up di twitter menggunakan trigger dan sensor dari twitter. Mohon kebijaksanaannya, ini adalah foto MOMO, jumpscare yang sempat viral).
Ia akhirnya memutuskan untuk mengambil foto desain itu, lalu mengabadikannya melalui postingan twitter.
“Why did you choose her as a muse, Rui?”
“It’s totally spontan kok, kak.” Balas Ruinaka dengan senyum. “Anyway, your name?”
“Oh, Bumintara. Panggil Bumi, aja.”
“Salam kenal.” Balas Ruinaka. “But at least I should call you kak Bumi, no?”
“You should.” Balas Bumintara menyetujui dengan kekehannya. “Eum, so, business?”
“Yeah.”
“Aku DKV,” Bumintara berucap tanpa ditanya. “Boleh penasaran, alasan kamu suka tufting? Sampai jago begini.”
“Actually, I love everything about art. Bukan cuma tufting. Aku suka melukis juga.”
“Really? Sama banget!”
“Kalo kakak keliatan sih, aura fsrd nggak bisa bohong.” Kata Ruinaka. “Pasti gambaran kakak bagus.”
“Enggak juga,” kata Bumintara mengelak. “Unik juga, anak bisnis tapi bisa seni.”
“Well, hobi memang bagusnya tetap menjadi hobi. Bukan pekerjaan utama.” Kata Ruinaka terus terang, “kecuali bisa balancing supaya tetep enjoy jalanin hobi dan pekerjaan dalam waktu yang sama.”
“I couldn’t agree more.”
Welcoming AMNS new character, Alexander Ruinaka, 19.