Kebaya Merah: Ganesh Khairi Adisoetedjo (short ver.)

Hobi
5 min readDec 1, 2024

--

Tahun kelima sebagai seorang Ayah membuat Baskara Gavin Adisoetedjo belajar banyak hal. Termasuk bagaimana menjadi ayah yang berhati besar, meruntuhkan ego dalam dirinya sendiri karena Gavin tak pernah menerima perlakuan manis dari ayahnya. Bukan berarti Mahesa adalah ayah yang buruk baginya. Hanya saja, Mahesa mendidiknya dengan cukup keras waktu Gavin kecil. Tanpa peluk hangat ketika Gavin berhasil, tanpa tepuk penenang kala Gavin gagal.

Fakta bahwa Mahesa tak bisa meluangkan waktu untuk Gavin kecil membuat si pria dewasa kini bertekat untuk memberikan yang terbaik kepada putra semata wayangnya, Ganesh Khairi Adisoetedjo. Gavin ingin memberikan banyak waktunya untuk Ganesh. Pun sebagai pembuktian kepada pasangan hidupnya, Riki Suwardana Adisoetedjo, bahwa Gavin juga bisa menjadi ayah yang baik. Dia bukanlah Gavin yang dulu, yang semberono dan tak bertanggung jawab. Sekarang hanya ada versi terbaiknya yang ada di kediaman mereka.

“Jangan takut, Nesh! Ada papa!”

Teriakan ayahnya samar-samar masuk ke telinga Ganesh yang kini sedang duduk di perosotan yang cukup tinggi. Ganesh takut, ini pertamakalinya dia main ke taman bermain tanpa Riki. Biasanya, sang Mami mau menemaninya meluncur bersama. Riki akan duduk lebih dulu lalu memeluk Ganesh dipangkuannya. Tetapi kali ini, hanya ada Ganesh dan sang ayah. Riki, si cantik itu sedang sibuk bersama mertua-nya. Dan Gavin malah menyuruh putranya untuk meluncur sendiri. Sungguh ayah yang jahat, itu pikiran Ganesh.

“Ganesh? Ayo? Itu banyak yang ngantre dibelakang.” Kata Gavin sambil melebarkan kedua tangannya, “kalau Ganesh berani, nanti papa kasih lego yang banyak. Boleh hotwheels juga, gimana?”

Mata Ganesh yang sebelumnya direlungi oleh ketakutan menjadi berbinar. Ia menatap ayahnya yang tersenyum tampan dan membalas lekuk bibir itu. Ganesh kemudian memajukan bokongnya, bersiap meluncur dengan tangan ditaruh didepan dada seperti apa yang diajarkan Riki kepadanya, “AAAAAAAAAAA PAPAAAA!”

Gotcha!” Kata Gavin sambil menerima putranya dalam dekapannya dan langsung menggendong Ganesh. “Good job, Ganesh! Mamiyu pasti seneng ini, kamu udah berani perosotan sendiri.” Katanya sambil menyebutkan panggilan Riki yang kini sudah mulai jarang dipanggil Yu, digantikan oleh Mamiyu. Sebuah kata ciptaan Ganesh sendiri setelah mendengar Uncle Yudha memanggil Mami-nya dengan sebutan Yu.

Gavin membenarkan gendongannya pada sebelah tangan. “Tapi.. Ganesh maunya sama miyu… nda mau sendirii.” Rengek anak itu sambil memeluk ayahnya. Gavin mengelus putranya gemas. “Iya sayang. Papa juga maunya sama mamiyu terus.”

Ganesh mendengus sebal ala anak kecil, “mamiyu punya akuu!”

Sampai sekarang, Gavin masih tak menyangka dia menciptakan saingannya sendiri.

Bahkan waktu di meja makan.

“Ganesh ‘kan sudah besar, jangan dipangku Mamiyu terus, dong?”

“Maunya sama Mamiyu.” Tolak Ganesh secara gamblang sambil tersenyum penuh kemenangan. Ganesh kemudian diberi kecupan singkat oleh sang Mami karena Riki gemas dengan anak semata wayangnya, “manja-nya anak mami?”

Gavin menghela napas kesal. Mimiknya seperti tidak suka dan berlagak julid. Walau tentu saja itu semua hanya gimmick agar Riki luluh dan mau melepaskan Ganesh supaya anak itu tak terlalu menempel kepada si Cantik. Usaha itu tak sepenuhnya sia-sia, terbukti dengan Riki yang meraih tangan Gavin untuk digenggam sambil memberi senyum terbaiknya. “Maklumin Ganesh ya mas.”

Selalu seperti ini. Riki akan selalu membela bocah yang ajaibnya punya wajah sembilan puluh sembilan persen mirip dengan-nya itu. Sepertinya Gavin harus merencanakan libur romantis dengan Riki, berdua saja, tanpa Ganesh putra mereka. Anak itu bisa dititipkan saja ke Kakek dan Neneknya, supaya tak bisa mengintip cumbu kedua orang tuanya.

Selama lima tahun belakangan, cukup banyak yang berubah. Mulai dari Riki yang beradaptasi dengan baik dengan teknologi dan kehidupan kelas atas khas Keluarga Adisoetedjo, hingga Gavin yang setahun lalu secara mendadak memutuskan untuk mengajak Riki dan Ganesh pindah dari rumah besar dan mewah milik orang tuanya ke sebuah Penthouse di tengah kota. Penthouse yang dia beli dengan uang tabungan sendiri. Cukup membanggakan, walau harus dapat siul jahil dari Yudha si anak fresh graduate yang ingin minta uang jajan.

Karena itu, pikiran menitipkan Ganesh sementara tiba-tiba muncul di kepalanya. “Mas Gavin? Sayang…”

“Tinggal aja mi!” Celetuk Ganesh sambil memeluk Riki.

“Jangan gitu dong sayang…”

“Eh? Iya, kita mau movie night ya?”

“Ayo papaaaa!”

“Iya sayang,” kata Gavin yang kemudian beranjak dari kursinya dan menyusul Riki dan buah cinta mereka untuk ke ruang tengah.

Tahun kesepuluh membuat Gavin betul-betul memiliki kesabaran yang luar biasa. Sebab perilaku tidak mau mengalah kepadanya ternyata Ganesh bawa bahkan ketika anak itu sudah menduduki bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Sering dia meminta Riki sang Mami untuk menciumnya lebih awal dari sang ayah sebelum berangkat ke sekolah diantar oleh pak supir.

Ganesh pergi menempuh pendidikan di sekolah elit yang memiliki bahasa utama Bahasa Inggris. Hal itu membuatnya lebih cepat terkena paparan globalisasi daripada anak-anak yang tidak aktif dalam berinteraksi atau bermedia sosial. Apalagi, sang ayah yang kini sudah sukses dalam pekerjaannya itu begitu memanjakannya dengan memberikan ponsel seri terbaru untuk Ganesh.

Walau dibatasi dengan aturan time-screen oleh Riki yang sudah sangat melek dengan kesehatan anaknya, Ganesh benar-benar anak yang tidak ketinggalan trend dan kata-kata informal yang baru. Seperti sebutan yang bahkan generasi muda seperti Gavin dan Riki tidak cukup bisa memahami-nya.

“Papa minus lima ribu aura, masa iket dasi aja nggak bisa!” Cibir Ganesh saat melihat Riki dengan senyuman lembutnya menghampiri Gavin yang kesulitan menyimpul dasi.

Omong-omong, Ganesh dilarang Riki untuk menggunakan terlalu banyak bahasa inggris di rumah semenjak dia mengetahui banyak anak-anak seumuran Ganesh di sekolahnya tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik karena terlalu terlena dan kebanyakan memang bukan orang Indonesia. Tapi Ganesh ‘kan orang jawa, asli Indonesia. Masa bahasa bangsa sendiri tidak bisa?

Setidaknya walau tidak bisa berhasa jawa seperti ayahnya, Riki tak mau anaknya memiliki tataan bahasa Indonesia yang buruk.

“Yah emang kenapa, kan ada mamiyu?”

“Kasian mamiyu, harusnya bisa breakfast sama aku.” Kata Ganesh sambil menarik kursi dan menepuk bagian empuk-nya. Mengundang Riki untuk duduk disebalahnya. “Sini miyu.”

Sudah memasangkan dasi, Riki menepuk dada Gavin pelan saat menerima kecupan singkat dari suaminya, “mas, masih ada Ganesh itu di depan kita.”

“Biarin, biar iri. Nggak bisa cium-cium maminya karna belum setinggi aku.”

“Ih! You’re so – eh. Papa cruel banget!”

Riki langsung menoleh kepada Ganesh sambil senyum kecil. Ia ingin menghampiri putranya itu untuk memberinya tepuk dan peluk juga, tetapi Gavin langsung menahannya dengan peluk erat pada pinggang ramping Riki. Kedua tangan Riki bersatu di depan dada Gavin, “mas! Kamu childish tau nggak?”

“Biarin.”

“Mas!” Riki berusaha melepaskan dan menghindar ketika Gavin berusaha meraih bibirnya dan ingin mencumbunya di depan putra mereka. Gavin ini benar-benar kekanakan. Dia berniat balas dendam karena setiap hari selalu Ganesh yang diberi kecupan lebih dulu baru dirinya padahal Gavin perlu berangkat lebih pagi. Hal itu membuat kadang dia tak sempat menerima kecup dari Cinta-nya sendiri.

“Papa and mami so gross, just kiss already. I’ll close my eyes.”

Thank you son, papa love you.”

Setelahnya Gavin menggapai kedua tangan Riki untuk dia naikkan ke lehernya. Gavin tabrakkan belah bibir miliknya pada milik si manis yang selalu ia rindukan terlepas dari intensitas pertemuan keduanya tiap hari. Gavin begitu mencintai Riki ditahap apapun yang Riki sukai akan Gavin kejar untuk didapatkan. Gavin begitu mencintai Riki ditahap dia akan mengorbankan keinginan-nya demi apapun yang Riki inginkan.

Termasuk bagaimana dia sesungguhnya ingin memberikan adik untuk Ganesh, namun istrinya selalu mengatakan dia belum siap. Maka, akan dia tunggu hingga Riki siap.

“Udah belum sih?! Lama banget!”

Riki yang melepaskan tautan itu lebih dulu dan mendorong Gavin perlahan. “Sayang, mamiyu minta maaf.” Katanya sambil menghampiri putranya yang saat dia datang malah memberikannya sepotong roti panggang. “Nah, it’s okay. Papa yang salah. Mamiyu nggak perlu minta maaf.”

“Papa lagi, papa lagi.”

Sudah biasa. Stok kesabaran Gavin masih bisa diusahakan untuk diperbanyak lagi.

--

--

No responses yet